Santri Ponpes Ar-Ridho di Serang Banten Dipulangkan Karena Tunggakan Biaya Makan

Serang,Banten|kibaunews.com – Orang tua (wali) santri Yayasan Pondok Pesantren Ar-Ridho Serang, Banten, mengeluhkan adanya paksaan untuk membayar tagihan hingga mengusir anaknya sebagai santri pulang ke rumah.

Kejadian ini bermula dari keterangan narasumber (IS), seorang wali santri, yang mendapat informasi dari keluarganya bahwa anaknya dipulangkan secara paksa oleh pihak yayasan beberapa bulan lalu.

“Saat penerimaan siswa baru, pihak pondok Ar-Ridho menyampaikan kepada orang tua, termasuk saya, bahwa biaya pondok gratis, hanya membayar biaya makan sekitar Rp 550.000 per bulan. Keperluan lain, seperti buku, seragam, tempat tidur, lemari, ulangan, kegiatan olahraga, touring, dan lainnya, memang dikenakan biaya sesuai ketentuan pondok pesantren. Itu tidak masalah, karena sebagai orang tua kami memang berkewajiban membayar biaya pendidikan anak. Namun, seharusnya pihak yayasan memberitahukan orang tua terlebih dahulu jika ada pembayaran tambahan. Jangan sampai anak dipulangkan secara paksa,” ujar IS kepada media ini, Minggu (05/01/25).

Santri Ponpes Ar-Ridho di Serang Banten Dipulangkan Karena Tunggakan Biaya Makan

Lebih lanjut, IS menjelaskan, “Pondok pesantren adalah tempat umat Islam mendidik putra-putrinya untuk menuntut ilmu agama. Banyak ulama, ustadz, dan ustadzah lulusan terbaik mendirikan tempat menuntut ilmu agama dengan berbagai cara untuk menarik minat masyarakat. Ada yang menggratiskan biaya pondok, ada yang hanya meminta biaya makan, ada yang tidak memungut biaya sama sekali, dan ada juga yang memungut biaya tinggi sesuai aturan pondok pesantren. Semua itu untuk mendidik anak-anak agar bisa menuntut ilmu agama.”

IS juga menyoroti kurangnya waktu luang yang diberikan untuk anaknya, di tengah perkembangan zaman yang serba digital. Dia menyebutkan bahwa seharusnya teknologi memudahkan akses komunikasi bagi semua kalangan, termasuk para santri. Di sisi lain, meski anaknya menghadapi aturan ketat di pondok pesantren, dia merasa bersyukur karena putranya masih bersemangat untuk belajar agama Islam.

“Di zaman modern ini, sangat sulit bagi orang tua membujuk anak untuk belajar agama. Namun, Alhamdulillah anak saya masih mau belajar agama Islam meskipun aturan di pondok ketat, sementara di luar banyak anak-anak yang memiliki HP dan alat komunikasi. Ini adalah anugerah luar biasa bagi saya,” ungkap IS.

Namun, IS kini menghadapi ujian besar. Dia harus memindahkan anaknya ke pondok pesantren lain yang benar-benar mendidik anak untuk belajar agama demi Allah SWT, tanpa membebani orang tua dengan biaya yang terlalu besar, apalagi sampai menghentikan pendidikan anaknya karena tunggakan pembayaran.

IS berharap pihak yayasan dapat menunjukkan etika dan wibawa yang positif. Menurutnya, pembayaran administrasi seharusnya disertai komunikasi yang baik agar anak-anak tidak merasa trauma atau malu, bukan karena kesalahan mereka sendiri, melainkan karena tindakan pengusiran pihak yayasan terkait tunggakan biaya makan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *