Foto : Ritual Angngaru oleh Supriyadi/Daeng Sul dalam sebuah acara di Kantor Bupati Ketapang
Ketapang, Kalbar | kibaunews.com – Kehadiran etnik Bugis dan Makassar, yang berasal dari Pulau Sulawesi, di Pulau Kalimantan dan pulau-pulau lainnya, bahkan hingga ke luar negeri, sudah berlangsung sejak berabad-abad lalu lamanya.Keberadaan mereka yang dikenal dengan kegemaran berlayar membuat kebanyakan dari mereka menetap di pulau-pulau yang mereka singgahi, termasuk di Ketapang, Kalimantan Barat. Seiring berjalannya waktu, mereka membawa serta tradisi dan budaya yang kini menjadi bagian dari keberagaman masyarakat setempat. Salah satu warisan budaya tersebut adalah Angngaru, sebuah tradisi adat Bugis yang hingga kini masih dilestarikan dengan penuh makna dan kehormatan.
Angngaru, yang berarti bersumpah atau ikrar setia, merupakan upacara yang dahulu dilakukan oleh prajurit Bugis sebelum mereka berangkat ke medan perang.
Menurut budayawan Bugis Ketapang Wak Toni, dalam tradisi ini, prajurit akan menghadap kepada Sombayya (Raja/Pemerintah) untuk mengucapkan sumpah setia, berjanji untuk mempertahankan kerajaan dan membela kebenaran dengan jiwa yang tak tergoyahkan. Angngaru tidak hanya menjadi pemicu semangat prajurit di medan perang, tetapi juga sebuah simbol kehormatan, keberanian, dan kesetiaan yang luhur.
Masih menurut Wak Toni,meskipun peperangan sudah lama berlalu, tradisi Angngaru tetap dipelihara, bahkan dalam berbagai peristiwa penting, seperti penyambutan tamu agung dan pejabat,serta penyambutan pengantin pada acara pernikahan sebagai wujud penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Di Rantau, tradisi ini tetap hidup dan memberikan warna tersendiri bagi kehidupan masyarakat setempat.
Angngaru di Ketapang, Kalimantan Barat
Salah satu momen penting dalam pelaksanaan Angngaru baru-baru ini adalah saat upacara ini dilakukan di hadapan Bapak Alexander Wilyo, yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Ketapang. Upacara ini menjadi bukti bahwa tradisi Bugis masih dihargai dan diakui di tengah keberagaman yang ada di Ketapang. Kehadiran Bapak Alexander Wilyo dalam upacara tersebut, meskipun beliau bukan berasal dari suku Bugis, menunjukkan betapa besar perhatian dan komitmennya terhadap pelestarian budaya lokal.
Bapak Alexander Wilyo, yang dikenal sebagai sosok yang mendukung kebudayaan daerah, turut memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan Angngaru ini. Sebagai seorang pemimpin yang menghargai keberagaman, beliau ikut serta dalam menjaga agar budaya Bugis tetap hidup dan berkembang di Ketapang. Upacara ini bukan hanya soal pelestarian tradisi, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan yang mempererat hubungan antar masyarakat dari berbagai latar belakang.
Tanggapan Tokoh Pemuda Bugis Ketapang
Supriyadi atau akrab disapa Daeng Sul, seorang tokoh pemuda Bugis di Ketapang, memberikan tanggapan positif terhadap pelaksanaan Anggaru dan dukungan yang diberikan oleh Bapak Alexander Wilyo terhadap budaya Bugis. “Sebagai pemuda Bugis, saya sangat mendukung dan merasa bangga dengan pelaksanaan Anggaru. Tradisi ini mengajarkan kita untuk selalu menghargai nilai-nilai luhur, keberanian, dan komitmen dalam menjaga kehormatan,” ujar Daeng Sul dengan penuh semangat.