Ketapang,Kalbar|kibaunews.com-Pada tanggal 27 Januari 2025, MABM (Majelis Adat Budaya Melayu) Nanga Tayap beserta jajaran melaksanakan prosesi adat Melayu yang dikenal dengan nama “Penyangge Tanah”. Dalam Bahasa Indonesia atau Melayu Baku, prosesi ini berarti “Menjaga Tanah”. Lebih dari itu, maknanya adalah menjaga masyarakat dan mengajak seluruh pihak, termasuk warga Desa Mensubang serta PT. SMS (Sandai Makmur Sawit), untuk duduk bersama menyelesaikan sengketa dengan cara yang baik dan damai.
Acara ini dihadiri oleh masyarakat Desa Mensubang, tokoh adat, tokoh agama, serta Pemerintah Desa Mensubang, Kepala Desa Pangkalan Teluk, Kepala Desa Tanjung Medan, pihak Kecamatan Nanga Tayap, dan Polsek Nanga Tayap. Namun, dari pihak PT. SMS, hanya dihadiri oleh pekerja, mandor, dan operator, meskipun undangan telah disampaikan kepada pihak humas perusahaan.
Ketua MABM Kecamatan Nanga Tayap, Mujahidin, dalam sambutannya menyatakan, “Dengan dilaksanakannya prosesi adat ini, kami berharap tidak ada lagi tindakan saling mengintai, saling memukul, atau hal-hal yang tidak diinginkan.” Lebih lanjut, Mujahidin menegaskan bahwa prosesi adat ini akan memberikan peringatan bagi siapa saja yang berniat melanggar atau melakukan tindakan jahat, yang akan menerima “bala” sebagai konsekuensinya. Namun, ia juga menekankan bahwa lembaga adat tidak bertindak sebagai pengganti hukum positif.
MABM berharap agar masyarakat, pihak PT. SMS, serta Pemerintah Desa Mensubang dapat duduk bersama kembali untuk menemukan mufakat demi tercapainya penyelesaian yang adil dan damai bagi semua pihak.
Sementara itu, Ketua DPD Rampas Setia 08, Verry Liem, menyatakan, “Pemerintah harus hadir untuk menengahi persoalan yang terjadi antara PT. SMS dan masyarakat Desa Mensubang agar tercipta situasi yang kondusif dan menjamin keamanan investasi.” Verry juga memberikan apresiasi terhadap langkah MABM yang dinilai tepat, mengingat perihal ini di tinjau dari aspek genealogis dan teritorial masih dapat diselesaikan dengan dengan mengedepankan kebijaksanaan.
Ia mengingatkan bahwa semua pihak harus saling menghormati, baik perusahaan besar maupun masyarakat kecil, dan bahwa tidak ada salahnya untuk membuka ruang komunikasi dan berdialog.
Lebih lanjut Ketua DPD Rampas Setia 08, menilai tentang ketidakhadiran pejabat PT. SMS dalam prosesi adat ini padahal perusahaan sudah diundang, hanya beberapa perwakilan dari pekerja dan mandor yang hadir. Hal ini menunjukkan kurangnya etika dan perhatian dari pihak perusahaan terhadap pentingnya nilai adat dan penyelesaian masalah secara damai melalui dialog. Ke depan, diharapkan ada upaya lebih untuk membangun komunikasi yang lebih baik antara PT. SMS, masyarakat setempat, dan pemerintah, agar masalah yang ada bisa diselesaikan dengan cara yang lebih konstruktif dan saling menghormati.*
Sumber : MABM Nanga Tayap/Rampas Setia 08
Pewarta : YH